Kuliner Bali: Jaja, Kudapan Manis Khas Bali

Ketika memikirkan tentang kudapan manis tradisional suatu daerah, saya selalu merasa sumringah. Itu salah satu alasan mengapa, ketika mendapat kesempatan untuk mencoba jaja (dibaca jaje), rasa ingin tahu saya terusik. 

Jaja Bali Campur

Jaja adalah istilah umum untuk semua jenis kue atau kudapan manis tradisional khas Bali. Jaja Bali banyak ragamnya, mulai dari laklak, klepon, bubuh sumsum, bubuh tuak, pisang rai, pasung, tulud, piling-piling (giling), orog-orog, lelemuh, gadung, batun bedil, lukis, lempog, klaudan, injin (dikukus), dan masih banyak lagi. 

Beberapa dari yang disebutkan diatas, memiliki kemiripan dengan jajanan tradisional yang ada di Pulau Jawa atau pulau luar Bali lainnya. Contohnya laklak, kudapan satu ini memiliki kemiripan dengan serabi khas Bandung. Lalu batun bedil hampir mirip dengan candil, dan bubuh sumsum yang biasa dijajakan di Bali sangatlah mirip dengan bubur sumsum yang biasa dikonsumsi masyarakat Pulau Jawa. 

Berikut dokumentasi saya ketika masih giat berpetualang kuliner, mencoba jaja Bali mulai dari yang ada di Denpasar, Tabanan, dan Karangasem.

Bubuh Tuak (Bubur Tuak)

Kudapan satu ini tidak lepas dari kebiasaan masyarakat mengkonsumsi bubur di pagi hari sebagai sumber energi sebelum bekerja. Bubuh tuak biasanya dijajakan pedagang di pasar Menanga saat wewaran Kajeng. 

Karangasem ⎯ tepatnya di Desa Menanga, adalah tempat asal bubuh tuak. Desa ini juga sekaligus tempat asal saya. Pagi-pagi sekali, biasanya saya bergegas ke Pasar Menanga untuk berburu kudapan manis ini. Bubur ini jadi salah satu favorit saya hingga kini karena tekstur buburnya yang lembut dan rasanya yang dominan manis. Sayangnya, kini tak banyak lagi yang masih menjual bubuh tuak. Saya hanya menemui dua orang yang tersisa di pasar ini. 


Satu porsi bubur dijual dengan harga mulai 2 ribu rupiah, dibungkus daun pisang ⎯ mirip bentuk pincuk lalu ditutup dengan menyematkan "semat" di kedua ujungnya. Meskipun berbahan dasar tuak, kudapan ini sama sekali tidak memiliki kandungan alkohol. Karena tuak yang dipakai adalah tuak manis. Tuak manis didapatkan dari air buah pohon jaka yang baru dipetik. Rasanya manis sekali, tapi jika sudah didiamkan beberapa malam rasanya akan berubah menjadi semakin pahit dan memiliki kandungan alkohol (kemungkinan adanya proses fermentasi).

Tuak manis tersebut lalu dimasak bersama beras yang ditumbuk kasar hingga menghasilkan bubuh tuak. Yang disayangkan lagi, tuak manis kini sulit untuk didapatkan. Semakin sedikit air buah yang dihasilkan, membuat para pedagang bubur ini harus menambahkan gula dan air saat proses memasak. Kami tak sepenuhnya lagi merasakan manisnya tuak manis dalam campuran bubuh tuak.

Laklak 




Laklak adalah kudapan manis yang mudah sekali ditemui saat pagi hari atau sore hari, biasanya dijajakan di pasar. Terbuat dari tepung beras dan santan lalu dibakar di atas tungku tanah liat khusus berbentuk lingkaran berdiameter sekitar 3 cm. Umumnya laklak berwarna putih dan hijau (ditambahkan air daun suji), tapi saat saya berkunjung ke Desa Pancasari, Buleleng saya menemukan laklak yang berwarna merah muda. Laklak berwarna merah muda ini ternyata adonannya dicampur dengan buah naga. Rasa laklak buah naga ini juga gurih namun ada sensasi menyegarkan dari buah naga. Semua jenis laklak disajikan bersama dengan kelapa parut dan siraman gula merah cair. Memberikan rasa manis pada laklak yang gurih dan bertekstur lembut.


Namun, ada lagi yang menarik hati saya ketika berkunjung ke Desa Penebel, Tabanan yaitu Laklak Biu. Berbeda dengan laklak pada umumnya yang berbentuk setengah bola, laklak biu berbentuk pipih dengan lapisan atas potongan pisang yang tipis. Cetakan yang digunakan juga terbuat dari tanah liat, tapi bentuknya yang berbeda, mirip piring. Taburannya pun hanya kelapa parut tanpa siraman gula merah. Rasanya polos, dominan gurih dari adonannya yang dicampur kelapa parut. Manis dari potongan pisang (yang sepertinya pisang kepok) dengan tekstur tipis garing sesaat setelah dibakar. 

Lempog


Lempog memiliki cita rasa yang gurih dan sedikit manis, bertekstur kenyal dan lengket ketika dimakan. Terbuat dari singkong yang diparut halus lalu dicampur dengan tepung kanji, kelapa parut, gula merah, dan garam. Setelah itu dikukus hingga matang. Lempog biasa disajikan bersama jaja bali lainnya dan diberi taburan kelapa parut.

Piling-Piling (Giling)


Dibuat dengan cara digiling menggunakan tangan, membuat kudapan ini dinamai jaja giling. Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung kanji, garam, dan sedikit pewarna makanan. Setelah semua bahan dicampur, giling adonan ke panci yang berisi air mendidih, rebus hingga matang. Jaja giling haruslah disajikan bersama kelapa parut dan gula merah cair agar rasa manis dan gurih melengkapi jaja giling yang memiliki rasa polos namun memiliki tekstur yang sangat kenyal.

Pisang Rai dan Lukis


Keduanya adalah Jaja Bali favorit saya, pisang rai punya cita rasa manis dan bertekstur lembut sedangkan lukis rasanya gurih khas beras ketan dan bertekstur lengket. Pembuatan pisang rai dan lukis tergolong cukup sulit dan memerlukan waktu yang lama untuk merebus atau mengukusnya. 

Jaja Bali lainnya



Dimulai dari kiri atas ada getuk, beras ketan kukus dicampur kacang tanah, beras ketan kukus dicampur gula merah, dan beras ketan hitam kukus (injin). Dari kiri bawah ada lempog, piling-piling (giling), dan laklak.


Pojok kanan atas berwarna hijau adalah bubur sumsum, pojok kanan bawah sumping (nagasari), tengah berwarna cokelat adalah batun bedil (biji salak), pojok kiri atas warna hijau adalah ongol-ongol; cokelat adalah klaudan; kuning adalah lukis.

Komentar

Postingan Populer